Kuah beulangong yang sedang dimasak. Nuzulul Quran, hari dimana kitab suci umat Islam yaitu Alquran diturunkan ke muka bumi sebagai p...
![]() |
Kuah beulangong yang sedang dimasak. |
Nuzulul Quran, hari dimana kitab suci umat Islam yaitu Alquran diturunkan ke muka bumi sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Di Aceh, negeri yang dikenal dengan pelaksanaan syariat Islamnya sudah turun temurun memperingati Nuzulul Quran dengan mengadakan kenduri di masjid atau meunasah. Di Kota Banda Aceh, peringatan Nuzulul Quran ini dilaksanakan di seluruh gampong, dengan cara berbeda-beda. Meski memiliki perbedaan dalam memperingati hari bersejarah umat muslim ini, satu menu wajib yang dipastikan ada yaitu kuah beulangong atau dalam Bahasa Indonesia disebut kuah belanga.
Kuah beulangong ini berbahan dasar daging lembu atau kambing yang dimasak bersama nangka atau pisang kepok. Di sebut kuah beulangong karena dimasak dalam panci hitam berukuran besar. Untuk sekali acara kenduri Nuzulul Quran, ada lebih dari lima beulangong yang disediakan. Di daerah tempat tinggal saya, Geuceu Komplek, peringatan Nuzulul Quran ini merupakan acara rutin tahunan setiap ramadhan.
Setiap keluarga di Gampong Geuceu Komplek ini bisa mendapat jatah kuah beulangong dengan membayar kupon sebesar Rp 50.000. Kupon tersebut harus dibawa saat pengambilan kuah beulangong di masjid. Tidak ada takaran khusus untuk setiap porsi. Biasanya warga mengambil jatah kuah beulangongnya dengan baskom atau panci berukuran sedang. Jadi, setiap keluarga dapat ikut merasakan kuah beulangong meski tidak berbuka di masjid.
Sedikit perbandingan dengan beberapa gampong lain di Banda Aceh yang juga merayakan Nuzulul Quran dengan memasak kuah beulangong. Setiap kepala keluarga dikutip biaya lebih rendah dan seikhlasnya mulai dari Rp 10.000. Namun, kuah beulangong yang sudah di masak tidak dibagi-bagikan ke setiap keluarga. Kuah beulangong ini hanya bisa dinikmati bagi mereka yang berbuka puasa di masjid atau meunasah setempat. Itu saya ketahui dari cerita saudara saya yang tinggal di gampong lain di Banda Aceh.
Meski menjadi sajian wajib pada acara peringatan Nuzulul Quran, kuah beulangong juga bisa dijumpai pada acara-acara seperti hajatan adat atau pesta perkawinan. Bahkan jika anda berkunjung ke bumi Tanoh Rencong, ada banyak rumah makan yang juga menyediakan menu lezat ini.
![]() |
Warga gampong Geuceu Komplek menunggu waktu berbuka puasa di halaman Masjid Al-Hasanah. |
Tidak hanya biacara soal kuliner. Hal lain yang menjadi tradisi saat memperingati Nuzulul Quran adalah buka puasa bersama di masjid atau meunasah setempat dengan mengundang tamu dari beberapa gampong tetangga. Biasanya yang berbuka puasa di masjid atau meunasah hanyalah kaum adam, baik orang tua maupun anak muda.
![]() |
Suasana menunggu berbuka puasa di teras Masjid Al-Hasanah, Geuceu Komplek, Banda Aceh. |
Setelah berbuka puasa, masjid atau meunasah melakukan kegiatan seperti biasa yaitu shalat maghrib, isya, dan tarawih. Baru setelah tarawih, peringatan Nuzulul Quran dilanjutkan dengan ceramah. Setiap tahunnya, gampong saya menghadirkan penceramah yang berbeda-beda, bahkan dari luar kota. Sesi siraman rohani ini salah satu agenda yang ditunggu-tunggu. Saat ceramah berlangsung, banyak warga gampong yang memenuhi halaman masjid bahkan tumpah ruah hingga ke jalan.
***
Hidang Linto
Aceh, sebuah daerah yang sarat dengan adat dan budaya. Meski saya sudah menceritakan beberapa tradisi saat ramadhan. Tetapi masih ada lagi satu tradisi bulan ramadhan di masyarakat Aceh yang hingga sekarang terus terjaga, yaitu hidang linto.
![]() |
Sajian hidang linto. |
Pada hari yang sama yaitu kenduri Nuzulul Quran, setiap pasangan yang baru menikah diwajibkan mengeluarkan hidang atau talam yang berisikan bermacam masakan. Di Aceh, bagi pasangan yang sudah menikah biasanya suami tinggal di rumah istri. Nah, pihak keluarga istri lah yang membuat kenduri atau dalam bahasa Aceh dikenal peutubit hidang linto (mengeluarkan hidangan kenduri untuk linto baru).
Isi hidang linto di antaranya gulai daging, gulai ayam, tumis udang, ayam goreng, kerupuk, dan beberapa jenis kue basah. Untuk jenis masakan tidak ada patokan, sesuai dengan kemampuan pihak yang mengeluarkan hidang linto. Tak hanya itu, menu lain yang disiapkan yaitu sirup dan rokok. Tidak lupa juga di sediakan minuman pelepas dahaga untuk berbuka seperti teh, kopi, timun kerok dan air putih. Semua hidangan ini diatur oleh pihak panitia kenduri.
Setiap hidang atau talam disantap oleh tujuh orang, masing-masing dari pihak keluarga istri dan linto. Tapi tetap semua yang hadir pada kenduri ini laki-laki, tidak ada perempuan yang berbuka puasa di masjid atau meunasah. Perempuan cukup berbuka di rumah masing-masing saja.^^

Semoga tulisan dari seorang ibu satu anak ini bermanfaat. Terima kasih untuk sobat yang sudah berkunjung ke rumah mungil saya. Komentar kalian semangat saya. Kalau ada saran dan masukan jangan segan untuk disampaikan. Dengan senang hati akan ditanggapi. Happy reading guys.^^
COMMENTS